Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Memberi tanggapannya atas Permasalahan yang beredar Ke Ditengah Komunitas Akansegera adanya ekstensifikasi cukai. FOTO/Ilustrasi/Dok. Sindonews
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pemakai Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto mengatakan bahwa Permasalahan Aturan ekstensifikasi cukai tersebut disampaikan Untuk kuliah umum Ke ruang lingkup akademik.
“Bahasan Aturan ekstensifikasi cukai itu mengemuka Ke Peristiwa kuliah umum PKN STAN yang mengangkat tema Menggali Potensi Cukai: Hadapi Tantangan, Wujudkan Masa Di Berkelanjutan. Dari Sebab Itu, sifat Aturan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan Bersama berbagai pihak, belum masuk kajian, dan juga Untuk rangka Sebagai Menyaksikan masukan Bersama kalangan akademisi,” ujar Nirwala Untuk keterangan resminya Ke Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Nirwala menjelaskan Ke dasarnya kriteria Produk yang dikenakan cukai ialah Produk yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif Bagi Komunitas atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan Negeri Untuk keadilan dan Kesejajaran. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Hingga Pada ini, Produk yang dikenakan cukai Mutakhir ada tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
Adapun Yang Berhubungan Bersama wacana optimalisasi penerimaan Negeri Lewat ekstensifikasi objek cukai, Nirwala menjelaskan bahwa proses suatu Produk yang Akansegera ditetapkan menjadi Produk kena cukai itu sangat panjang dan Lewat banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi Komunitas. “Prosesnya dimulai Bersama penyampaian Ide ekstensifikasi cukai Ke Lembaga Legis Latif, penentuan target penerimaan Untuk RAPBN bersama Lembaga Legis Latif, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut,” rincinya.
Pemerintah juga sangat hati-hati Untuk menetapkan suatu Produk sebagai Produk kena cukai. Sebagai contoh, pengenaan cukai Pada minuman berpemanis Untuk kemasan (MBDK) dan plastik, yang penerimaannya sudah dicantumkan Untuk APBN, belum Digunakan.
“Lantaran, pemerintah sangat prudent dan betul-betul Mengkaji berbagai aspek, seperti Situasi ekonomi Komunitas, nasional, industri, aspek Kesejajaran, lingkungan, dan lainnya. Kami Akansegera mendengarkan aspirasi stakeholders, Untuk Kontek Sini Lembaga Legis Latif dan Komunitas luas,” tegas Nirwala.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Tiket Pentas Musik hingga Deterjen Dikenakan Cukai, Ini Klarifikasi DJBC