Lukisan-lukisan dan patung yang digelar Hingga CG artspace, Jakarta Selatan sampai akhir Juli 2024, ini memanggungkan narasi detil impresi kesunyian Untuk keramaian. Foto-foto: Istimewa
Esais Karyaseni rupa
SENIMAN Indonesia yang hidup dan berkarya Hingga Perancis Pada puluhan tahun membawa Bersama-Bersama pameran solo tentang melankoli Eropa abad IX. Ia memanggungkan sejarah keterasingan dirinya sendiri Untuk pengembaraan pun imajinasi kesepian orang-orang modern.
baca juga: AI Ungkap Misteri Lukisan Terkenal Madonna della Rosa
Lukisan-lukisan dan patung yang digelar Hingga CG artspace, Jakarta Selatan sampai akhir Juli ini, memanggungkan narasi detil impresi kesunyian Untuk keramaian. Tentang idealisasi manusia-manusia yang Hingga paruh waktunya, Hingga luar jam kerja kegilaan abad 21 Bersama melongok romantisme lapuk tentang manusia dan lansekap jiwanya Hingga Paris dan kota-kota lain, seperti Lyon dan sekelilingnya.
Nurhidayat Bersama jenial membayangkan dirinya dan lukisannya sebagai mesin waktu, “memotret” sejarah Bersama mewakilkan Kebugaran waktu luang keluyuran orang-orang Hingga Ditengah kota sampai sejenuh-jenuhnya Hingga masa lalu Eropa. Ia gambarkan secara apik Untuk lukisan-lukisan serta patungnya Bersama bauran warna-warni ilustratif bergaya pop, serta sesekali drawing hitam-putih yang memikat.
Seniman ini membawa ironi kehidupan urban, teks-teks visual yang ramai Hingga Lukisan, sosok-sosok manusia enigmatik, serta citra kostum aneh seperti astronot yang dimaknai sebagai dirinya sendiri. Seperti Hingga karya yang bisa disaksikan Di Exil #3, 2024, Drawing on canvas, 80 x 65 cm atau Hingga karya Exil #2, 2024, Acrylic on canvas, 90 x 80 cm.
Seperti katanya Untuk wawancara “saya mengidentifikasi diri saya sendiri sebagai eksil, yang membeda Hingga Perancis, ada tegangan keberbedaan ras dan gegar-Kebiasaan Dunia yang saya alami”.
Nurhidayat mengaku bahwa Keinginan intelektual Bagi berkarya, menjadi serasa terasing Di sama amunisi artistiknya makin membludak. “Simbol-simbol itu melekat Di saya Pada Hingga Perancis, setidaknya itu anggapan Bagi diri saya sendiri,” tegasnya.
Tajuk utama Pameran solonya, Flaneur yang artinya keluyuran atau “menggelandang tak tentu arah” Hingga Ditengah kota, Memperhatikan orang-orang serta diamati –to seen and to be seen— adalah sebentuk ikhtiar Nurhidayat menyelami hakekatnya sebagai pengembara.
Terutama sebagai perantau—atau bisa dikatakan juga Flaneur ala Nurhidayat—Bersama kegigihan perjuangan totalnya menghidupi keluarganya, serta eksistensinya sebagai seniman Hingga Perancis. Kita bisa Merasakan Hingga karya, misalnya Di judul Flanerie #1, 2024, Acrylic on canvas, 100 x 90 cm atau Flanerie #3, 2024, Drawing on canvas, 110 x 90 cm.
“Saya memulai kerja setiap hari, Bersama jam 9 pagi sampai jam 9 malam non-stop Hingga studio, yang benar-benar upaya serius Berjuang Bersama persaingan para seniman sepenjuru Eropa, melobi para art lover dan pemilik galeri Bagi bisa berpameran, serta diakui Hingga ajang Biennale. Sisanya, memaknai pengembaraan fisik dan imajinasi tentang kota-kota, sebab saya tinggal Hingga area beberapa kilometer Bersama kota Lyon, Perancis” ujarnya.
Narasi Pop Art ala Perancis
Bagi Kurator Heru Hikayat, yang menemani Nurhidayat Untuk pameran solonya ini menyebut Nurhidayat sebagai seniman Tanah air, yang berhasil mencatat partisipasinya Hingga ajang bergengsi Biennale d’Issy dan tampil Hingga Galerie Marcel Strouk yang sohor itu.
Komentarnya sebagai sahabat lama sekaligus kurator tentang Nurhidayat adalah praktik artistiknya sebagai seniman yang mewarisi generasi Figuratif-Naratif Hingga Perancis. “Ia mewakili Asia dan Indonesia, Nurhidayat Bersama metode artistiknya Bersama cara Memperhatikan, menelisik, mencerap, memahami, lingkungan dan kebudayaan Mutakhir tempat Nurhidayat hidup sekarang,” ujarnya Hingga tajuk kuratorial.
Ketika Amerika Serikat, sebagai pendulum utama menggoyang magnet Karyaseni rupa Barat paska Pertempuran dunia Hingga- II dan hadirnya gerakan pop art yang mengkritisi kehidupan urban, Di sama era post-imprisionisme Eropa Hingga akhir abad dan awal abad Hingga-20 berakhir. Demikian juga manifesto Surealisme memudar dan merangseknya gaya abstrak, maka serta-merta kehadiran spirit pop-art mengemuka menggedor jantung Eropa.
Gerakan Figuratif-Naratif Bersama cepat menggejala Bersama isyarat warna-warna mencolok bak poster, bill-board, cover majalah Cara Hidup, serta hiruk-pikuk sebagian kelas menengah-atas Eropa sebagai borjuisme anyar. Trend Populer itu meruyak Bersama mitos-mitos benda-benda konsumen yang diberhalakan, dan tentu saja Nurhidayat mau tak mau terinspirasi.
baca juga: Geger Penampakan ‘Sandalku Nike’ Untuk Lukisan Berusia 400 tahun
Tegangan masa-masa penuh kenangan Hingga masa lalu Eropa, melankolinya sebagai perantau yang terasing, ingatannya Di Tanah Air serta perasaan keriuhan Di abad Hingga-21 berefleksi Untuk sosok-sosok patung dan figur-figur lukisan lelaki dandy Hingga karya-karyanya, seperti Hingga karya berjuluk Flanerie #4, 2024, Acrylic on canvas, 110 x 100 cm.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Pengembaraan Tak Pernah Usai Seniman Nurhidayat