Komisi XI Lembaga Legis Latif menyoroti Unjuk Rasa merger yang dilakukan Dari PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). FOTO/dok.SINDOnews
Ketua Komisi XI Lembaga Legis Latif, Mukhamad Misbakhun mengatakan, Wacana FREN yang menghapus waran Sebelumnya jatuh tempo April 2026 dapat merugikan investor publik. Pada ini, jumlah waran Tanpapemenang III FREN (FREN-W2) publik mencapai 41,24 miliar atau setara 57,65 persen Bersama total waran yang diterbitkan perusahaan. Harga pasar waran FREN-W2 berada Di level Rp10-Rp80 yang artinya potensi kerugian investor ritel dan minoritas bisa mencapai Rp412 miliar hingga Rp3,3 triliun.
“Potensi kerugian tidak hanya Bersama nilai nominal yang hilang, tetapi juga Bersama kesempatan Penanaman Modal Asing jangka panjang yang sudah direncanakan,” katanya dikutip Bersama IDX Channel, Minggu (22/12/2024).
Menurut Misbakhurn, Wacana pengendali FREN Bagi mempercepat jatuh tempo waran setahun lebih awal juga bertentangan Bersama prospektus yang seharusnya menjadi dasar hukum perlindungan hak investor.
“Tindakan ini Menunjukkan ketidakkonsistenan dan Berpotensi Bagi mencederai kepercayaan investor Pada emiten dan biro administrasi efek yang bertanggung jawab,” ujar Misbakhun.
Dia melanjutkan, langkah FREN dapat Dikatakan sebagai tindakan yang tidak adil Bagi investor publik, terutama jika tidak ada kompensasi atau solusi alternatif yang diberikan.
“Jika tidak, tindakan seperti ini hanya Berencana mencederai kepercayaan publik Pada emiten dan Pasar Saham secara keseluruhan,” katanya.
Misbakhun menambahkan, pemegang saham dan waran FREN meminta bertemu Bersama Komisi XI Lembaga Legis Latif Bagi Merundingkan Lebih Jelas masalah ini. Tetapi, Pada ini Lembaga Legis Latif masih reses.
“Nanti saya Berencana bicarakan Bersama pimpinan Komisi XI soal Wacana RDP (Diskusi Dengar Pendapat). Tapi mereka meminta waktu Bagi bertemu saya selaku Ketua Komisi XI Bagi Menyediakan informasi awal,” ujarnya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Merger FREN-EXCL Disorot Lembaga Legis Latif, Bisa Rugikan Investor hingga Rp3,3 Triliun