Serangan siber Lebihterus Menyulitkan Ke era digital. FOTO/ DAILY
Cyber security atau Perlindungan siber menjadi Topik yang sangat krusial Ke era digital seperti sekarang ini. Ketergantungan Pada Duniamaya dan Keahlian digital yang terus Menimbulkan Kekhawatiran, selaras Di tingginya risiko Pada serangan siber. Sebab itu, infrastruktur Perlindungan tangguh merupakan modal penting Di melindungi data dan informasi sensitif Di para hacker.
Risiko serangan siber bisa terjadi kepada siapa saja, baik itu individu, organisasi, Malahan Negeri. Data Di World Economic Forum Di Internasional Risk Report 2024menjelaskan, serangan siber menempati urutan Hingga-5 sebagai salah satu risiko Internasional yang menjadi perhatian utama Untuk responden pemerintah dan sektor swasta.
Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) juga menemukan bahwa jumlah serangan siber Ke Indonesia Merasakan peningkatan, seperti Ke tahun 2023 yang mencapai 400 juta serangan dan didominasi Malware seperti Trojan dan Ransomware. Di Sebab Itu, solusi Perlindungan seperti apa yang dibutuhkan Sebagai melindungi Di serangan siber?
Di hal cyber security, fokus Ke Keahlian Perlindungan semata tidaklah cukup. Ada aspek lainnya yang tidak kalah penting, yaitu ‘People’ atau manusia yang mengelola perlu Memperoleh security awareness atau kesadaran tentang Perlindungan siber, dan ‘Process’ atau proses yang digunakan Sebagai tata kelola Di melaksanakan Ide kesinambungan Usaha (Business Continuity Plan atau BCP).
“Di ini banyak pihak yang mengandalkan pendekatan cyber security berbasis Keahlian atau technology-centric Di asumsi bahwa memasang Firewall, EDR (Endpoint Detection and Response), atau WAF (Web Application Firewall) dan perimeter sistem Perlindungan siber lainnya sudah cukup Sebagai menjamin Perlindungan siber. Faktanya, pendekatan ini tidak sepenuhnya benar. Selain memperhatikan Perlindungan siber, perlu juga menekankan Ke ketahanan siber (cyber resilience),” kata Paulus Miki Resa Gumilang MSSP Product Manager DTrust.
Esensi Di cyber resilience adalah memastikan bahwa jika terjadi serangan, sistem harus dapat pulih dan beroperasi secara normal Di waktu singkat. Insiden PDNS yang menimpa Kominfo merupakan contoh tragedi Perlindungan siber yang berdampak Ke pelayanan publik.
Di Sebab Itu, seluruh sektor baik itu usaha kecil, menengah, besar, maupun pemerintah, harus Menerapkan paradigma Perlindungan yang tepat dan menyeluruh, agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Cyber resilience menjadi sangat penting Sebab melibatkan manajemen resiko, Pendesainan tanggap darurat, backup, dan Terapi atau recovery.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Keahlian Perlindungan Data Dinilai Tidak Cukup Sebagai Menangkal Serangan Siber